Aku di lahirkan di desa jaddih, desa kecil yang
terletak di selatan kabupaten Bangkalan. Mungkin banyak orang yang malu tinggal
di desa, namun tidak dengan ku, aku malah bangga biasa tinggal di desa karena
aku pikir di desa aku bisa memperoleh ketenangan jiwa tidak seperti
kehidupan kota yang sarat akan persaingan dan sikap individualism. Di desa aku
bias hidup berkelomokmsaling membantu dan saling menghargai satu sama lain
kehidupan seperti ini jarang sekali kita temui.
Di desaku yang kecil
namun penuh sejuta keindahan ini, banyak pelajaran yang aku dapat darinya
kekompakan warganya yang sangat aku kagumi, seperti ketika ada tetangga yang
meninggal maka para tetangga dating kerumah duka untuk mengucapkan belasungkawa
terhadap keluarga yang di tinggalkan. Tetangga perempuan begitu kompak untuk
membantu urusan dapur sedangkan sebagian tetangga laki-laki mengurusi proses
penguburan mulai dari peralatan yang di butuhkan untuk mengurusi jenazah
tersebut, karena biasanya di desaku diakan kas untuk pembelian peralatan untuk
mengurusi jenazah yang disebut dengan SENOMAN dimana masyarakat memberikan uang
seikhlasnya kepada amil masjid setelah terkumpul uang tersebut digunakan untuk
membeli peralatan untuk mengurusi jenazah, ke,udian system kerjanya adalah
ketika ada warganya meninggal maka tinggal mengambil ke masjid perlengkapan
untuk mengurusi jenazah tersebut. Itu lah salah satu kekompakan warga di
desaku, semua berlaku system demokratis, dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Selain terkenal dengan
kekompakannya, di desaku juga terkenal dengan tempat yang biasanya di gunakan
untuk rekreasi oleh sebagian warganya, apalagi ketika perayaan hari lebaran
biasanya tempat ini selalu ramai di kunjungi warga khususnya pemuda-pemudi.
Kami menyebutny “ Gunung jaddih” walaupun kami tau bahwa itu bukan gunung,
melainkan batu sedimen atau endapan batu kapur yang terbentuk secara alamiah
sejak beribu-ribu tahun lamanya. Tidak hanya sebagai tempat pariwisata, namun
gunung jaddih juga menjadi sumber penghasilan bagi sebagian warga disini,
Selain itu, namanya
juga desa pasti masih penuh dengan tumbuhan hijau daun penyelamat bumi kita,
begitu juga di desa ku sejauh mata memandang masih tampak jelas tumbuhan
berbaris rapi di setiap sudut mata, alhasil udara di desaku juga masih
terpelihara dengan baik, kesejukan khas desa masih bisa ku rasakan seiring
berjalannya waktu dan arus globalisasi yang terus menggrogoti tubuh rentan
budaya kita. Itu lah yang membuat aku betah tinggal di desa kecil ku ini.
Tradisi nenek moyang
pun masih kental kurasakan sampai saat ini, karena warga sekitar sebagian masih
ada yang melaksanakannya, seperti “ROKATAN”. Rokatan adalah salah satu tradisi
yang masih ada di desaku sampai saat ini, rokatan biasanya di tempat-tempat
yang terdapat makam sesepuh atau makam orang yang ahli ibadah, yang dimulai
dengan pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an kemudian di lanjutkan dengan
arak-arakanmenuju lokasi acara dengan membawa berbagai macam makanan dari
setiap keluargan sesampainya disana semua makanan di jadikan satu kemudian
membaca do’a tahlil secara bersama, barulah makanan di bagikan kepada setiap
orang yang hadir disana. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
memohon ridho kepada ALLAH.
0 komentar:
Posting Komentar